Hiburan Malam di Bandung Beroperasi Kembali
Pemerintah Kota Bandung telah merelaksasi sektor usaha hiburan malam di masa Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di tengah pandemi COVID-19 (Virus corona). Meski beberapa tempat hiburan seperti karaoke dan klub malam telah kembali beroperasi, namun mereka belum bisa meraup rupiah seperti di masa sebelum pandemi.
Ketua Perkumpulan Penggiat Pariwisata Bandung (P3B) Rully Panggabean mengatakan, pihaknya memiliki seratusan anggota yang terdiri dari klub malam, karaoke dan usaha parawisata lainnya. Dari jumlah itu, Pemkot Bandung telah merelaksasi 50 tempat usaha dengan berbagai persyaratan. Misalnya penerapan protokol kesehatan yang ketat, pembatasan jam operasional dan pembatasan kapasitas.
Untuk jam operasional, dibatasi hingga pukul 24.00 WIB. Sedangkan kapasitas, dipangkas 50 persen. Hal ini kata Rully, membuat anggotanya belum bisa maksimal dalam menjaring penghasilan. “Intinya walaupun jauh dari target yang kita inginkan, paling tidak pegawai itu bisa ada penghasilanlah. Kalau diperbolehkan 50 persen pengunjung itu 50 persen tidak semua tempat bisa 50 persen, dan kalau 50 persenpun paling malam Minggu, malam Sabtu,” ungkapnya.
Rully mengatakan, di hari kerja, tempat karaoke biasanya hanya terisi 10-20 persen dari total room yang ada. Meski begitu, pihaknya tetap mengapresiasi kebijakan Pemkot Bandung yang telah mengijinkan tempat hiburan malam untuk direlaksasi. Ia mengungkapkan penerapan protokol kesehatan terus dijaga, begitupun halnya dengan ketentuan waktu penutupan.
“Bagaimana pun juga kami mengapresiasi pemkot Bandung untuk memberi relaksasi di sektor hiburan malam, nah walaupun sampai hari ini kira-kira baru setengahnya dari anggota kami yang dikasi relaksasi, yang lain belum. Maksudnya tidak semua, saya juga kurang paham alasannya karena situasi atau apa," katanya.
“Pastinya kita selalu pakai protokol kesehatan, dan ketika jam 24.00 WIB tiba para petugas itu sudah di tempat kami semua tidak ada kompromi untuk tutup,” imbuhnya.
Kondisi para pengelola tempat usaha saat ini menurutnya jauh dari kata untung. Pihaknya hanya mencoba bertahan untuk dapat membiayai pegawai. “Walaupun begitu kurang banyak pengunjung apa boleh buat ya kita ikutin dulu, mudah-mudahan ke depan makin landai makin bagus itu saja harapan kita,” ungkapnya.
“Artinya begini kalau kami sebagai para pemilik, yang kami utamakan sekarang ini adalah karyawan supaya dia bisa berpengasilan, kalau bisa untung waduh jauh. Tapi tidak apa-apa juga karena memang situasinya seperti ini dan daripada kami waktu selama 6 bulan waktu itu sama sekali tidak ada penghasilan,” tambahnya.
Ditambahkan Rully mengatakan kebanyakan pengelola belum memiliki tempat sendiri. Hingga saat ini, pengelola masih cukup ngos-ngosan untuk menutupi biaya lainnya dan untuk menggaji karyawan. “Ada banyak yang gedungnya masih sewa, terutama yang ada di mal, misalnya, ada di pertokoan-pertokoan, dan umumnya sewa. Jarang yang milik sendiri,” ungkapnya.