Pesta Seks Swinging dan Risiko Kesehatan Seksual

Pesta Seks Swinging dan Risiko Kesehatan Seksual

“Bukan pria yang berselingkuh, tak boleh ada yang terlalu muda atau terlalu tua, selalu pakai kondom, dan kami tak mau berhubungan seks saat pertama kali bertemu.”

Kalimat di atas dimuat dalam laman The Guardian dikirim oleh seorang istri yang mengaku melakukan praktik tukar-pasangan atau swinging. Sementara swinger, julukan yang disematkan pada pasangan atau lajang yang memiliki hubungan terbuka, membebaskan pasangannya melakukan hubungan seksual dengan orang lain. Mereka mendapatkan kepuasan ketika melihat atau melakukan aktivitas seks bersama pasangan lain.

Seperti yang kembali dituliskan si perempuan, ‘Kami melakukannya satu atau dua kali dalam sebulan. Setelah melakukannya, kami pulang dan melakukan seks yang membara.’

Suaminya, kala itu meminta sang istri melakukan hubungan intim bersama pria lain. Mereka mencari partner swing secara online. Profesi swinger yang mereka temui beragam, mulai dari guru, dokter, hingga banker.

“Tak ada jatuh cinta, tak ada cemburu,” akunya.

Selain mendapat kenikmatan menonton pasangan berhubungan seks dengan orang, ada beberapa alasan lain pada pelaku swinger. Salah satunya dikarenakan ketidakpuasan seksual dari pasangan resminya. Bisa jadi karena lelah atau sedang dalam masa jeda setelah melahirkan.

Namun, terlepas dari itu semua, aktivitas swinging cukup berisiko. Syarat yang diajukan sang perempuan dalam tulisannya di The Guardian menunjukkan ia menjaga diri dari risiko infeksi menular seksual (IMS) yang bisa ditimbulkan.

Sebuah penelitian di Belanda menyatakan para swinger heteroseksual berisiko mengalami penyakit menular seksual sebanding dengan pria gay atau biseksual. Keduanya dianggap kelompok berisiko tinggi mengidap penyakit herpes, infeksi yang disebabkan oleh virus.

Mereka juga berisiko terkena HIV yang merupakan virus penyebab AIDS. Virus ini menyerang imunitas, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Swinger juga berisiko menderita klamidia, penyakit menular seksual yang salah satunya disebabkan hubungan seks tanpa kondom. Masalah kesehatan ini kerap diderita perempuan muda yang aktif secara seksual. Terakhir, gonore atau kencing nanah, yang umumnya disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae.

Secara keseluruhan, satu dari 10 swinger menderita klamidia, sementara sekitar satu dari 20 swingerdinyatakan positif gonore. Pada swinger yang berusia di atas 45 tahun, risiko terkena penyakit menular seksual akan lebih tinggi dibandingkan dengan swinger di bawah umur tersebut. Pada swinger, pria di atas 45 tahun sekitar 10,4 persen dari mereka mengidap klamidia dan atau gonore.

“Melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu orang pada satu waktu atau secara berurutan, mendorong penyebaran penyakit menular seksual,” tegas H. Hunter Handsfield, seorang profesor kedokteran di pusat AIDS dan STD Universitas Washington.

Sayangnya, karena melakukan aktivitasnya secara tersembunyi, penyakit menular seksual pada para swinger kurang teridentifikasi. Bahkan banyak di antara mereka kurang menyadari penularan penyakit tersebut. Swingers Date Club, situs kencan untuk swinger, memperkirakan ada jutaan swinger di seluruh dunia. Di Belanda saja ada 30 ribu orang telah menjadi anggota dan mengunggah profil online dalam situs kencan tersebut.