RUU Minuman Beralkohol dan Nasib Dunia Malam
Pengusaha hiburan malam di Kota Bandung menolak RUU Larangan Minuman Beralkohol. Ya, mereka menilai RUU ini bakal merugikan pelaku usaha di sektor pariwisata khususnya dunia malam yang sarat dengan tempat-tempat hiburan malam seperti bar, pub dan lain-lain.
Ketua Perkumpulan Pegiat Pariwisata Bandung (P3B) Rully Panggabean mengungkapkan pihaknya menolak adanya RUU Minuman Beralkohol karena akan berdampak pada pengusaha hiburan dan yang terkait dengan sektor itu. “Pada prinsipnya kami menolak RUU tersebut, sebagai pengusaha dengan adanya RUU ini akan mematikan usaha hiburan dan berdampak akan banyaknya pengangguran,” ungkapnya prihatin.
Rully mengatakan selain berdampak pada munculnya klaster miskin baru, di sisi pariwisata juga akan sangat terdampak. Selain itu, tentu berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD). “Yang berdampak timbulnya klaster ‘miskin baru’ kemudian di sisi pariwisata di mana sedang giat-giatnya digalakan akan berdampak turunnya para wisatawan mancanegara yang berdampak berkurangnya devisa,” ujarnya dengan khawatir.
“Di sisi PAD pun pasti berdampak turunnya pendapatan pajak yg dibutuhkan untuk pembangunan,” imbuhnya.
Selain itu, Rully mengungkapkan pihaknya menolak adanya RUU Minuman Beralkohol terutama mengenai adanya sanksi pidana bagi para peminum. Menurutnya pemerintah melanggar hak setiap individu dengan adanya peraturan tersebut.
“Pada prinsipnya kami menolak RUU tersebut terutama mengenai sanksi pidana bagi para konsumen yang minum minuman beralkohol karena itu adalah hak pribadi yang telah terjadi sejak awal abad masehi hingga hari ini baik di Indonesia maupun di dunia Internasional,” ungkapnya.
Dikutip dari situr resmi DPR RI, RUU ini juga bakal mengatur larangan bagi warga negara untuk mengkonsumsi minuman beralkohol.
“Setiap orang dilarang mengonsumsi minuman beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, minuman beralkohol tradisional dan minuman beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4,” tulis RUU itu.
Dan itu sama sekali bukan kejahatan yang patut dipidana, ditambah pula bahwa dalam beberapa wilayah hukum adat Indonesia minuman beralkohol seperti tuak dan lainnya merupakan bagian dari tradisi atau adat setempat yang sudah berlaku turun temurun, diakui dan dihormati oleh negara.
Pihaknya berharap agar DPR bijak dalam membahas RUU Minuman Beralkohol. Hal tersebut agar kerugian dapat diminimalisir.
Menurutnya jika peredaran minuman alkohol diatur, pihaknya akan setuju. Namun jika negara mulai masuk ke ranah hak individu, pihaknya menolak keras.
“Jadi kami berharap DPR harus bijak dalam membahas RUU ini agar kerugian dapat diminimalisasikan. kalau peredarannya diatur tentu kami setuju akan tetapi apabila negara telah masuk mengatur hak azasi warga negaranya jelas kami tolak,” pungkasnya.